Tuesday, January 6, 2015

Soal Izin AirAsia, Menhub Ignasius Jonan yang Harus Tanggung Jawab



Jakarta - Terlepas dari legal atau ilegalnya penerbangan maskapai AirAsia rute Surabaya-Singapura, Anggota Komisi VI DPR yang membidangi perlindungan konsumen, Bambang Haryo Soekartono menilai Menteri Perhubungan Ignasius Jonan harus tetap bertanggung jawab.

"Menhub yang harus bertanggung jawab. Kelaikan terbang apalagi lintas negara, itu atas izin dan tanda tangan Menhub langsung," tegas Bambang Haryo kepada wartawan, Selasa (6/1).

Menurut Bambang Haryo, pihak maskapai tidak bisa disalahkan karena bersifat pasif. Sementara Menhub bersifat aktif. Sebagaimana UU No 1 tahun 2009 pasal 122 (2) tentang penerbangan disebutkan bahwa jaringan dan rute penerbangan luar negeri ditetapkan oleh menteri berdasarkan perjanjian angkutan antar negara.

"Undang-undang itukan sudah jelas. Kementerian Perhubungan yang perlu diinvestigasi dan dilakukan penyidikan," sambungnya.

Disambung Bambang, dengan tragedi jatuhnya AirAsia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura, harusnya Kemenhub tak membekukan izin. 

Dengan membekukan izin, justru Kemenhub telah melakukan pelanggaran UU No 8 (1) tahun 199 tentang perlindungan konsumen. "Masyarakat jadi tidak nyaman untuk mencari transportasi," pungkasnya.

Penumpang AirAsia dari Surabaya Tetap Normal


JAKARTA – Pascamusibah AirAsia QZ8501 yang jatuh saat akan terbang dari Surabaya-Singapura, sejumlah konter yang melayani penjualan tiket maskapai AirAsia masih tampak normal.
Salah satunya yang terlihat di konter AirAsia, di Plaza Tunjungan Surabaya. Beberapa pelanggan atau calon menumpang masih terlihat dan tidak ada rasa khawatir menggunakan AirAsia.
"Nggak, nggak ada rasa khawatir. Toh kecelakaan itu juga karena alam, bukan karena manusianya atau pesawatnya," kata Amran, salah satu calon penumpang, Selasa (6/1/2015).
Hal senada juga dikatakan Hendri warga Darmo Permai Surabaya yang mengaku tidak was-was untuk kembali menggunakan AirAsia. Dirinya mencontohkan, tidak hanya AirAsia, namun pesawat dari maskapai penerbangan selain AirAsia juga pernah mengalami kecelakaan.
Menurutnya, semua moda transportasi memiliki peluang terjadinya kecelakaan. Hendri sendiri berencana ke Kuala Lumpur dengan maspkapai AirAsia karena dianggap masih layak.
Sementara itu seorang petugas tiket AirAsia yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, pasca kejadian 10 hari lalu, memang ada dampak sehari saja. Namun, dua hari kemudian sudah kembali normal seperti hari-hari biasanya sebelum kecelakaan QZ8501.
"Normal-normal saja kok, mas. Memang waktu kejadian dulu, ada dampak sedikit. Tapi setelah itu sudah normal kembali sampai sekarang," katanya.

Pakar: Kemenhub Harus Tanggung Jawab Atas AirAsia QZ8501


Jakarta, GATRAnews - Pembekuan rute AirAsia Surabaya-Singapura, yang pernah diterbangi pesawat naas QZ8501, menjadi perdebatkan dunia penerbangan, karena Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menilai penerbangan itu ilegal.


Kris Laga Kleden, pakar hukum dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, di Jakarta, Senin (5/1), mengatakan, insiden AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah itu, tak lepas dari tanggung jawab otoritas Bandara Juanda dan Kemenhub, sehingga Mabes Polri juga harus memeriksanya.

Pasalnya, kata Kris, jika Kemenhub menyatakan AirAsia QZ8501 tidak mempunyai izin terbang pada hari Minggu, namun kenapa pesawat tersebut diperbolehkan melakukan penerbangan? Sehingga bisa diartikan, otoritas Bandara Juanda mengizinkan QZ8501 melakukan pernerbangan.

Otoritas bandara dan Kemenhub, menurutnya, mempunyai keterkaitan dalam hal penerbangan. Jika AirAsia QZ8501 diizinkan melakukan penerbangan pada hari Minggu, maka itu merupakan kelailaian otoritas bandara dan Kemenhub. "Kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia, itu bisa dipidana," tegas Kris.

Untuk maskapai AirAsia sendiri, jika terbukti tidak mempunyai izin melakukan penerbangan pada hari Minggu, maka bisa juga dipersalahkan. Namun yang pantas paling dimintai pertanggungjawaban, adalah otoritas bandara dan Kemenhub. Polri harus melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.

Sementara itu, General Manager Angkasa Pura I, Trikora Harjo kepada wartawan mengatakan, Bandara Juanda tidak berwenang memberikan izin terbang karena hanya menyediakan fasilitas atau tempat. Sedangkan soal perizinan adalah wewenang Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub.

Polri Harus Usut Tuntas Izin Terbang AirAsia QZ 8501



Jalur penerbangan Air Asia dengan rute Surabaya-Singapura terus diperdebatkan. Beberapa pihak mengatakan penerbangan Air Asia adalah ilegal.Terlepas legal atau ilegal, pakar hukum pidana dari Universitas 17 Agustus (UNTAG) Surabaya, Kris Laga Kleden, mengatakan, otoritas bandara dan kemenhub yang harus bertanggung jawab.

Menurut Kleden, penyidik Mabes Polri harus turun untuk melakukan penyidikan terhadap ijin terbang pesawat AirAsia QZ 8501. "Kalau Kemenhub menyatakan  AirAsia tidak memiliki ijin terbang, kenapa waktu itu bisa terbang. Berarti inikan  pihak Bandara mengijinkan terbang." ujar Kleden (5/1) dalam rilisnya via email. 

Kleden mengatakan, otoritas dan Kemenhub punya  keterkaitan dalam urusan penerbangan. Kalau pesawat Air Asia diijinkan terbang oleh Otoritas Bandara ataupun Kemenhub ini bisa disebut sebagai kelalaian karena menyebabkan kematian.

"Kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia, itu bisa dipidana." lanjutnya. 

Sementara untuk pihak AirAsia sendiri, masih kata Kleden,  jika memang terbukti tidak ada rute pada hari itu memang bisa disalahkan. Namun, dalam hal ini yang paling bertanggung jawab adalah Kemenhub dan otoritas yang menyebabkan AirAsia ini terbang.

Oleh sebab itu, lanjutnya, Mabes Polri harus melakukan penyelidikan secara menyeluruh. Sementara, General Manager Angkasa Pura I, Trikora Harjo, mengatakan bahwa Bandara Juanda tidak ada kewenangan  memberikan izin terbang. Pihak bandara hanya sebatas memberikan fasilitas tempat. Mengenai pemberian ijin, menurut Trikora, adalah wewenang dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara.